Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak |
BACA JUGA : Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak
BACA JUGA : Realitas Karakter Masyarakat Sasak Zaman Sekarang
BACA JUGA : Hubungan Nilai Budaya Sasak dengan Pancasila sebagai Karakter Bangsa Indonesia
BACA JUGA : Sistem Penanggalan Masyarakat Sasak Lombok '
BACA JUGA : Hubungan Sistem Penanggalan Sasak dengan Ilmu Astronomi
BACA JUGA : Fungsi Sistem Penanggalan Suku Sasak Lombok
Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak - Bangsawan
Sasak merupakan salah satu komunitas penduduk asli pulau Lombok. Pulau Lombok
adalah sebuah pulau di kepulauan sunda kecil atau Nusa Tenggara yang
terpisahkan oleh selat Lombok dari Bali di sebelah Barat dan selat Alas di
sebelah Timur Sumbawa. Lombok yang terkenal sebagai tempat wisata yang indah,
dihuni oleh suku Sasak deangan budaya perkawinan yang cukup unik.
Penduduk Lombok mayoritas beragama
Islam, mulai dari sebelah Timur atau Lombok Timur sampai sebelah barat yaitu
Lombok barat dan kota Mataraam. Masyarakatnya terkenal relegius dengan simbol seribu masjidnya. Meskiipun
demikian dalam konteks tradisi atau adat istiadat perkawinan bangsawan Sasak,
nampaknya ada perbedaan cara pandang dengan
pola perkawinan masyarakat Sasak pada umumnya. Perkawinan pada sebagian
bangsawan Sasak di Lombok dari hasil observasi maupun wawancara yang peneliti
lakukan masih menerapkan pola perkawinan yang diskriminatif, khususnya jika terjadi
perkawinan antara kaum bangsawan dengan kalangan masyarakat biasa.
Munculnya perbedaan pandangan terhadap
status atau kedudukan seseorang pada kalangan bangsawan Sasak tentu tidak dapat
begitu saja dianggap sebagai sesuatu yang negatif sebelum ditelusuri asal
muasalnya. Paling tidak, pasti ada filosofi yang mendasari keberadaannya
sehingga dapat tetap hidup dan berkembang dalam budaya dan adat istiadat
masyarakat Sasak. Dalam hubungan ini, berdasarkan hasil kajian peneliti, nampak
bahwa mnculnya hal tersebut ternyata tidak terlepas apek sejarah perkembangan
masyarakat Sasak.
Dilihat dari segi sejarahnya, , masyarakat
Sasak pada awalnya berasal dari satu golongan yang sama yaitu sebagai
masyarakat biasa, yang membentuk sebuah komunitas. Dari komunitas tersebut, ada
salah satu dari mereka yang berprestasi dalam bidang sosial. Sehingga
penghargaan atas prestasi sosial tersebut dilakukan dengan pemberian gelar
bangsawan yang akan menjadi pembeda dari masyarakat lainnya. Dengan tujuan agar
lebih dihormati oleh orang lain. Hal ini
berdasarkan pendapat salah satu
nara sumber yaitu M. Yamin ( wawancara
tanggal 20 juni 2010 ) yang mengatakan:
Pada dasarnya munculnya sistem atau pola
yang berbeda dalam perkawinan bangsawan sasak dengan pola perkawinan masyarakat
biasa dilatarbelakangi oleh perjaalanan sejarah masyarakat sasak, dimana secara
manusiawi setiap manusia memiliki kecendrungan untuk menunjukkan identitas
kelompoknya masing-masing;I …..salah satu penanda identitas itu adalah
munculnya sekolmpok komunitas karena prestasi mereka dalam bidang social, dan
membentuk komunitas bangsawan…yaaa mirip dengan zaman sekarang dimana
orang-orang mengelompok karena identitas masing-masing seperti kelompok
birokrat, kelompok tuan guru, kelompok pemulung dan sebagainya.
Pernyataan diatas nampaknya
sesuai dengan hasil kajian lainnya yang menyatakan bahwa munculnya perbedaan
dalam adat perkawinan bangsawan sasak berawal dari adanya sistem stratifikasi
dalam masyarakat Sasak. Menurut Waluyo ( 1986 ),masyarakat Sasak dibagi menjadi
kelompok fungsionaris desa dan kampung serta kelompok masyarakat biasa. Kelompok
fungsionaris ini meliputi pegawai administrasi pemerintah, adat dan agama.
Kelompok ini biasa disebut pemuka masyarakat atau krame dese.Sedangkan masyarakat yang tidak tergolong kelompok
pertama dinamakan kanoman.
Pada zaman
dahulu golongan yang dipercayai mengelola administrasi pemerintahan umumnya
berasal dari golongan bangsawan atau menak.
Golongan inilah yang mengklaim dirinya sebagai golongan yang menyimpan darah
keturunan para datu ( Raja ) di masa lampau. Keyakinan inipun
pada akhirnya berdampak terhadap aspek
kehidupan lainnnya, termasuk dalam hal perkawinan
Berdasaarkan
dua keterangan diatas, dapat dijelaskan bahwa munculnya perbedaan atau strata
dalam masyarakat Sasak ternyata tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah
munculnya kerajaan-kerajaan di Lombok.
Kemunculan kerajaan-kerajaan di Lombok yang menyisakan keturunan para raja pada
gilirannya memunculkan komunitas-komunitas baru dan membentuk kesepakatan baru,
yang menempatkan dirinya sebagai golongan yang berbeda dengan golongan yang
lainya. Kesepakatan antar komunitas yang mengklaim dirinya sebagai golongan
yang berdarah biru inilah yang pada akhirnya tertuang dalam kesepakatan adat.
Kesepakatan adat inilah yang secara turun temurun tetap dilestarikan dan
memasyarakat pada suku Sasak.konsep ini diperkuat oleh pendapat tokoh adat
masyarakat sasak yang peneliti wawancarai yang mengatakan bahwa
Munculnya
perbedaan dalam adat perkawinan bangsawan Sasak karena adanya kesepakatan adat dalam sebuah komunitas Sasak yang didasarkan
pemikiran / pertimbangan bibit, bebet,dan bobot… bibit, bebet dan bobot ini terkait dengan keturunan… Selanjutnya
pembedaan yang terjadi juga tidak lepas
dari sistem yang dianut. Sistem yang dianut bangsawan Sasak adalah sistem
patrilinial, sama dengan sistem yang beraku pada masyarakat Jawa, dimana sistem
ini menekankan bahwa keturunan
ditentukan oleh laki-laki…. Sistem ini pula yang pada akhirnya cenderung
menempatkan kedudukan pihak laki-laki lebih tinggi dari kedudukan perempuan . Lalu
Thamrin dan Bq. Ayuda ( Wawancara tanggal
22 Juni 2010 )
Jika dihubung-hubungkan beberapa
pendapat di atas maka semakin jelas bahwa bahwa munculnya sistem pelapisan
sosial pada masyarakat Sasak nampaknya menjadi
latar belakang yang paling kuat memunculkan perbedaan tersebut. Menjaga status kehormatan dari keturunan
komunitas mereka merupakan hal yang penting dan utama untuk dipertahankan.
Komunitas bangsawan yang terwakilkan oleh laki-laki sebagai penentu garis
keturunan merupakan golongan yang berhak menyandang bibit,bobot dan bebet yang lebih tinggi dari kalangan masyarakat
biasa
Sistem
pelapisan sosial masyarakat suku Sasak
dengan demikian didasarkan pada
keturunan, yakni keturunan bangsawan dan orang kebanyakan. Tingkat-tingkat
kebangsaan paling atas adalah perwangsa
raden dengan gelar “raden” untuk pria, dan denda
untuk wanita. Lapisan menengah dinamakan triwangsa
dengan gelar Lalu untuk pria dan baiq untuk wanita. Lapisan ketiga adalah
jajar karang dengan sebutan Log untuk pria dan Le untuk wanita.( Ahmad ,wawancara tanggal 23 juni 2010 )
Masing-masing
lapisan sosial masyarakat di atas mempunyai
kriteria dan kedudukan tersendiri
sebagimana dijelaskan berikut ini :
a.
Golongan ningrat perwangse
Golongan ningrat
dapat diketahui dari sebutan atau gelar yeng menempel didepan namanya seperti Raden, dende,Lalu dan Baiq. Nama depan keningratan
seperti Lalu adalah untuk
orang-orang ningrat pria yang belum menikah, sedangkan apabila mereka sudah
menikah maka keningratannya adalah mamiq. Untuk wanita ningrat nama depannya
adalah Lale untuk yang belum menikah
dan bagi yang sudah menikah nama depan ningratnya adalah mamiq Lale.
b. Golongan
Pruangse
Bape adalah
sebutan untuk kaum laki-laki pruwngase
yang sudah menikah. Sedangkan untuk kaum pruwangse
yang belum menikah tidak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka. Misalnya
seorang anak lahir bernama A, maka panggilan untuk ayah si anak adalah Bape A, sedangkan ibunya dipanggil inaq
A. Disinilah perbedaan antara golongan Ningrat dan Pruangse.
c.
Golongan Bulu Ketujur atau Jajar
Karang
Golongan Bulu Ketujur adalah golongan masyarakat biasa
yang konon dulunya merupakan hulubalang sang raja. Pada golongan bulu ketujur
ini ada sebutan Amaq bagi kaum
laki-laki yang sudah menikah, sedangkan yang perempuan biasa disebut Inaq.Kebiasaan
pada masyarakat sasak , nama kecil mereka akan hilang seteleh mereka
mendapatkan anak, dan berganti nama dengan nama anak sulung mereka, ditambah dengan kata inaq atau amaq
didepannya
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa munculnya pola adat perkawinan bangsawan sasak
muncul sebagai buah dari perjalanan panjang sejarah masyaraakat sasak.
Munculnya komunitas bangsawan sasak dengan menonjolkan identitas yang berbeda
karena faktor keturunan dan kedekatan dengan kalagan penguasa pada akhirnya
mengakibatkan munculya strata masyarakat antara golongan masyarakat biasa dan
kalangan bangsawan. Alasan bebet, bobot dan bebet dan kesepakatan adat serta
sistem patrilinial yang dianut menjadikan pola adat perkawinan pada kalangan
bangsawan sasak jauh berbeda dengan adat perkawinan pada kalangan masyarakat
biasa.
No comments:
Post a Comment