Nilai - Nilai yang Terkandung dalam Novel Laskar Pelangi 2015 |
Nilai - Nilai yang Terkandung dalam Novel Laskar Pelangi 2015 - Novel Laskar
Pelangi mampu memberikan kontribusi yang positif bagi para pembacanya. Hal ini
dikarenakan keindahan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Selain
itu, novel ini juga mampu memberikan motivasi dan inspirasi serta menggugah
hati setiap pembacanya untuk senantiasa mensyukuri hidup dan kehidupan.
Nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi ini akan lebih
bermakna jika nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel Laskar
Pelangi adalah:
Baca Juga : SINOPSIS NOVEL LASKAR PELANGI TERBARU 2015
Baca Juga : SINOPSIS NOVEL LASKAR PELANGI TERBARU 2015
A. Nilai Sosial
Sosial
berarti memasyarakatkan atau saling berhubungan dan bergantung dengan orang
lain. Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dapat
dijadikan sebagai suatu pelajaran bagi pembacanya agar para pembaca lebih
mengerti akan kehidupan sosial dan mengetahui bagaimana cara yang tepat dalam
berinteraksi sosial. Adapun
nilai-nilai sosial yang ada dalam novel Laskar Pelangi antara lain :
- Nilai Kerukunan ( Toleransi )
Bangsa indonesia sudah menjalin kerukunan
sejak dahulu kala. Hal ini terbukti dengan adanya semboyan “Bhineka Tunggal
Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Dalam
novel Laskar Pelangi, nilai-nilai kerukunan yang paling menonjol dibahas adalah
nilai kerukuan antar suku dan kerukunan antarumat beragama. Kerukunan dari
beberapa etnis yang tinggal dalam satu kampung yang sangat indah. Inilah
kerukunan yang terjadi antara warga etnis Tionghoa yang telah puluhan tahun
tinggal di Belitong dan warga melayu asli penghuni Pulau Belitong. Kehidupan
yang rukun dan harmonis inilah yang harus kita petik dan kita amalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Meskipun kita hidup dengan orang yang memiliki suku dan
agama yang berbeda, kita dituntut untuk senantiasa menjaga kedamaian agar
tercipta kehidupan yang aman dan tentram. Begitulah yang dilakukan oleh
masyarakat belitong. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan paragraf berikut:
Chiang Si Ku atau sembahyang rebut diadakan setiap tahun.
Sebuah acara semarak di mana seluruh warga tionghoa berkumpul. Tak jarang
anak-anaknya yang merantau pulang kampung untuk acara ini. Banyak hiburan lain
ditempelkan pada ritual keagamaan ini, misalnya panjat pinang, komidi putar,
dan orkes Melayu, sehingga menarik minat setiap orang untuk berkunjung. Dengan
demikian ajang ini dapat disebut sebagai media tempat empat komponen utama
subetnik di kampong kami: orang Tionghoa, orang Melayu, orang pulau bersarung,
dan orang Sawang berkumpul (Hirata,2005:259).
Dari kutipan paragraf di atas dapat terlihat kerukunan antar suku dan
antarumat beragama yang mendiami pulau Belitong. Seperti pada paragraf,
disebutkan bahwa suatu ritual keagamaan yang sekiranya merupakan milik warga
Tionghoa di pulau Belitong tidak hanya boleh dirayakan oleh orang Tionghoa
saja, melainkan juga menjadi acara seluruh subetnik yang tinggal di kampung
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suku dan agama bukan menjadi
penghalang untuk bersilaturrahmi dan menjaga perdamaian antar sesama. Nilai
kerukunan seperti inilah yang diharapkan dapat diterapkan oleh pembaca dalam
menjalani kehidupan sosial sehari-hari.
- Nilai Kepedulian
Kepedulian berasal dari kata dasar peduli yang artinya menghargai,
menghormati, memperhatikan, mengindahkan, mengacuhkan dan menghiraukan.
Kepedulian itu sendiri berarti suatu sikap dari dalam diri seseorang untuk mau
menghargai, menghormati dan peduli kepada orang lain.
Dalam
novel Laskar Pelangi disajikan begitu banyak nilai kepedulian. Nilai kepedulian
yang disisipkan penulisnya itu benar-benar mampu memberikan kontribusi yang
positif bagi para pembacanya. Salah satu contoh nilai kepedulian yang terdapat
dalam novel Laskar Pelangi adalah seperti penggalan berikut ini :
“Kasian
ayahku….”
Maka
aku tak sampai hati memandang wajahnya.
“Barangkali
sebaiknya aku pulang saja, melupakan keinginan sekolah, dan mengikuti jejak
beberapa abang dan sepupu-sepupuku, menjadi kuli…” (Hirata,2005:3)
Dari
kutipan di atas, dapat terlihat betapa besar kepedulian tokoh ‘Aku’ (Ikal)
kepada sosok ayah tercinta. Ikal peduli akan kondisi perekonomian keluarganya
hingga ia berpikir untuk mengubur angan-angannnya untuk mengenyam pendidikan. Rasa kepedulian yang diberikan itu
semata-mata karena Ikal menghargai dan memperhatikan keadaan ayahnya.
Rasa
kepedulian seperti itulah yang diharapkan mampu diamalkan oleh pembaca untuk
menjalani kehidupan. Dengan rasa peduli terhadap sesama niscaya akan tumbuh
ikatan persaudaraan yang erat antarsesama makhluk sosial.
No comments:
Post a Comment