Jauh di dalam hati kita pasti ada keinginan untuk menjadi penulis, siapa sih yang tidak ingin namanya bersanding dengan penulis-penulis terkenal seperti Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, Munif Chatib,dll. mendapat royaliti dan diundang ke berbagai penjuru dunia untuk menghadiri festival buku. Tetapi apa daya, seribu satu rintangan datang menghampiri sehingga tak satupun tulisan bisa terlahir. Wkwkwk...
Andrea Hirata |
Banyak alasan untuk membenarkan perasaan tidak mampu seseorang. Misalnya tidak ada waktu karena tugasdari sekolah terlalu banyak, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Membuat pembukuan BOS, menjadi pembina OSIS, pembina pramuka bahkan pembina kambing jantan sekalipun..HAHAAHA. Apakah penulis terkenal memiliki waktu yang berlimpah ? Andrea Hirata menulis sambil bekerja di kantornya di PT Telkom Bandung. Di sela-sela waktu kerjanya yang padat Andrea bisa menghasilkan novel terkenal yaitu 'Laskar Pelangi". Demikian halnya dengan Ahmad Fuadi. Novelnya "Negeri Lima Menara"lahir di sela-sela tugasnya sebagai wartawan. Agak berbeda dengan kedua penulis di atas Munif Chatib adalah seorang guru sejati. Walaupun dia berlatar pendidikan sarjana hukum tetapi panggilan jiwanya sebagai guru mengantarkan ia sebagai penulis best seller "Sekolahnya Manusia". Munif Chatib menuangkan pengalaman belajarnya dalam sebuah buku. Kesamaan ketiga penulis di atas adalah mereka memiliki waktu terbatas untuk menulis, mereka memiliki pekerjaan pokok yang menyita waktu, tetapi mereka masih bisa menghasilkan karya tulis berupa buku dan menjadi best seller.
Kendala kedua yang sering dijadikan alasan adalah fasilitas. Kendala ini sudah tidak relevan lagi. Hampir semua guru yang telah sertifikasi mampu membeli laptop, bahkan kemana-mana membawa smartphone yang bisa juga untuk mengetik, atau sekedar membuat catatan kecil.
Laptop |
Kendala ketiga yang sering ditemukan adalah tidak ada buku. Untuk mengatasi kendala ketiga ini butuh perjuangan dan modal. Perjuangan yang saya maksud adalah untuk mengunjungi perpustakaan-perpustakaan.Tidak semua kota kecamatan ada perpustakaannya. Kalaupun ada pasti koleksinya terbatas. Untuk menyiasatinya guru harus berkunjung ke perpustakaan-perpustakaan yang lengkap walaupun jaraknya agak jauh. Minimal satu bulan sekali kita luangkan waktu untuk mengunjungi perpustakaan. Cara kedua adalah dengan menyisihkan penghasilan kita untuk membeli buku dan berlangganan internet. Buku-buku sangat diperlukan untuk menambah wawasan sehingga kita punya bahan untuk menulis. Tidak mungkin kita menjadi penulis tanpa membaca.Bacaan ibarat bahan baku yang diolah menjadi tulisan.
kendala berikutnya adalah tidak ada ide untuk ditulis. beberapa tips akan saya ajukan di sini. Pertama selalu membawa catatan ke mana saja. Catatan ini berfungsi untuk mengikat ide-ideyang terlintas di benak kita. Catatan ini tidak mesti berupa buku, fungsi buku bisa digantikan dengan smartpone.Ide-ide yang terlintas jika tidak ditindak lanjuti akan mudah hilang. Alternatif kedua, guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Sembari mengajar guru sekaligus bertindak sebagai peneliti.Setiap masalah yang timbul di kelas dapat dijadikan tema penelitian.Jadi, mulai sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak menulis. Menulislah sebelum ide itu hilang atau kadaluarsa. Jangan sampai kita menulis setelah keadaan menjadi sulit. Memang banyak karya-karya besar terlahir ketika penulis tersebut dalam keadaan genting. Sebut saja JK Rowling, yang melahirkan "Harry Potter" setelah ia bangkrut dan berstatus janda atau Karl May yang menghasilkan trilogi winnetou setelah keluar masuk penjara sebanyak 3 kali. Kita semua ingin punya karya besar tetapi semua orang tentu tak ingin bangrut dulu baru bisa membuat karya, atau seseorang keluar masuk penjara sebanyak 3 kali dulu baru membuat karya. Jadi, menulislah sekarang ! :)
Sumber : Lompok Post
Oleh : Mazhar M.Pd
No comments:
Post a Comment